Cinta bukanlah kata yang hanya sekedar kata, cinta laksana
laut yang tidak pernah kehabisan air di dalamnya. Berbagai pengalaman fisik,
mistik, dan khayalan bisa hadir kerena cinta yang terkadang membuat waktu
menjadi berdetak kencang dan berdetak begitu pelan.
Bahasan tentang cinta tidak akan pernah kering di
tegah-tengah khalayak manusia, ibarat sungai yang airnya tidak pernah berhenti
mengarus. Seperti dalam film A Beautiful Mind yang diperankan oleh Russel Crowe
sebagai John Nash-metamatikawan peraih Hadiah Nobel dalam bidang Ekonomi pada 1994-“Penemuan
paling penting dalam hidupnya hanya ada dalam kemisteriusan perasaan cinta, sehingga
setiap alasan logis dapat ditemukan.”
Pengalaman cinta tidak dapat dipisahkan dengan kasih
sayang. Hari ini, 14 Februari, diperingati sebuah hari Valentine. Di dunia
Barat, ini menjadi hari di mana para
kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya. Begitu pun di Indonesia, Valentine diperingati
dengan saling bertukar kado, coklat, surat, dan hal-hal yang bernuansa merah
jambu, berbagi kasih dengan orang tua, mengunjungi panti asuhan, pun berbagai
media marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan Valentine.
Namun yang miris dan terkadang membuat kedua kening kita mengerut, hari Valentine
diartikan ajang untuk melakukan perbuatan-perbuatan
amoral dan jauh dari temanya itu sendiri. Sehingga, banyak yang khawatir ini
akan merusak moral penduduk Indonesia.
Tahun lalu, muslimah Hizbut Tahrir Indonesia di
Makassar melakukan unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap peringatan hari
Valentine. Mereka mengimbau generasi muda untuk tidak ikut-ikutan memperingati
hari Valentine.
Zurniawati dari Bidang Pemberdayaan Perempuan KAMMI
Wilayah Jawa Barat mengungkapkan, perayaan hari Valentine mulai marak di
kalangan masyarakat Indonesia sekitar akhir 1980-an, berbarengan dengan
munculnya televisi-televisi swasta yang banyak mengupas dan menayangkan berita
ataupun film-film yang bertemakan perayaan tersebut.
***
Sebenarnya ada berbagai versi yang terkuak perihal
Valentine, tapi sajarahnya sendiri belum memiliki kejelasan yang pasti. Bahkan,
hingga hari ini, keberadaan hari Valentine masih diperbincangkan keabsahannya.
Dalam buku The
World Book Encyclopedia (1998), disebutkan ada beberapa sumber mengatakan Valentine’s
Day ini merupakan warisan dari upacara perayaan orang-orang Romawi Kuno yang
disebut dengan Lupercalia. Lalu, para ahli lainnya mengaitkan kejadian ini dengan
kisah terbunuhnya beberapa Saint (Santo) yang terjadi di gereja Kristen. Masih
dari sumber yang lain, konon, kejadian ini erat kaitannya dengan kepercayaan
orang-orang Inggris Kuno bahwa pada tanggal 14 Februari-lah burung-burung
jantan memilih pasangnnya. Valentine’s Day ini besar kemungkinan berasal
dari penggabungan ketiga sumber di atas ditambah
dengan kepercayaan bahwa musim semi adalah waktu yang tepat untuk para “pejatuh
cinta”.
Saya kembali teringat akan tulisan Cinta Titanic dalam
buku Kisah Tak Berwajah (2009) yang
ditulis oleh Ahyar Anwar bahwa, “Tidakkah kita melihat para pemuda setiap
tanggal 14 Februari berbondong-bondong menuju pesta-pesta yang penuh cahaya dan
bergerak ke ruang-ruang pesta yang remang untuk menghambur hasrat dengan tenang,
mereka merayakan cinta dengan kehidupan.”
Saya tiba-tiba merasakan kecemasan membaca tulisan
Ahyar, yang miris melihat kondisi masyarakat Indonesia yang cepat atau lambat
akan tertarik ke arus yang mencekam.
Di Jepang, hari Valentine muncul karena marketing
besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka
senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela
melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di
kantor-kantor. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban)
dan choco (cokelat).
***
Setidaknya, Valentine telah menyadarkan kita bahwa
hari kasih sayang itu hendaknya
dirayakan setiap hari. Hari kasih sayang itu tidak hanya tanggal 14
Februari, tapi juga setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik.
Entah kasih kepada Tuhan, keluarga, masyarakat, pun diri sendiri.
Masih kata Ahyar dalam bukunya, Kisah Tak Berwajah, “Cinta tak layak dirayakan
dengan sebuah pesta. Seperti juga kehidupan, tak butuh banyak tanda untuk
menghadirkan kematian, tepat di depan wajah kita. Pesta seperti juga kehidupan,
adalah sebuah kehendak, tapi kehendak yang terbaik adalah kehendak yang menuju
kepastian.” Semoga ! *
Karena cinta tak layak dengan sebuah pesta. Sperti kehidupan tak butuh banyak tanda menghadirkan kematian.karena kehendak yg terbaik adalah kehendak yg menuju kepastian. Ewako ekistun. Luar biasa sang Novelis. Hahaha
BalasHapusea ea ea. . . Ingat daun keringnya Bima kakakk. .. hahaha
Hapushehehe... selamat merayakan. :)
BalasHapusTerima kasih telah berkunjung. . .
mantab
BalasHapusmantab
BalasHapusjreng.... mantab "p"
HapusCamgih Meman..! Supsess slalu kk'..
BalasHapusiyee..
BalasHapus