Makassar, 03 April 2019
Untuk;
Guru Terbaik, Bu Reski
Assalamu alaikum. . . .
Bu Reski apa kabar? Aku harap Bu Reski baik-baik saja. Bu Reski aku
rindu sekali denganmu. Beberapa hari ini aku merasa akan kehilangan guru
tersayang dan terbaikku. Aku harap aku tidak akan kehilangan dirimu, tapi kau
harus pergi dari sekolah ini untuk mengajar di sekolah lain. Semoga Bu Reski
tidak akan pernah melupakanku, Bu Reski melalui surat ini aku ingin
menyampaikan sesuatu.
Bu Reski…
Pertama kali
melihatmu aku sangat bahagia, karena mendapat wali kelas yang cerdas, kreatif
dan baik hati. Aku ingat pertama kali aku masuk kedalam kelas kami
memperkenalkan diri masing-masing, terutama dirimu. Betapa bahagianya dirimu,
senyumanmu membuatku merasa bahwa aku sangat beruntung mendapatkan guru
sepertimu. Aku juga ingat, kalau dulu aku sangat pemalu tapi kau terus mengajariku
tanpa lelahnya dirimu agar membuatku menjadi anak yang percaya diri.
Bu Reski…
Setiap hari kau mengajari kami, menuntut kami agar bisa menjadi
penerus bangsa dan negara. Cita-citamu sangatlah mulia, sehingga membuatku
ingin seperti dirimu. Kau adalah guru yang ceria, kau masih mengajari muridmu
yang tidak bisa membaca ataupun menulis. Kau mengajari kami membaca buku agar
gemar membacanya, kau selalu memuji dan menyemangati di manapun itu.
Bu Reski…
Atas dukungan dan ilmu yang kau berikan padaku, aku berhasil naik ke
kelas V. Aku tidak akan melupakan semua
yang telah kau berikan kepadaku. Bu Reski aku sangat berterima kasih atas semua
jasa-jasamu. Kau akan terus menjadi guru favorit dan kesayanganku serta guru
terbaikku. Aku akan sedih atau bahkan menangis karena kehilanganmu, tidak akan
kelupakan semua itu, tidak ada yang bisa kuucapkan selain terima kasihku
untukmu.
Aku berjanji akan membuatmu tersenyum bahagia di suatu hari nanti. Bu Reski, surat ini kucukupkan sampai di sini. Bu Reski jaga kesehatanmu, aku akan belajar giat dan bersungguh-sungguh untuk mencapai cita-citaku. Sampai jumpa Bu Reski, aku tidak akan pernah melupakanmu.I Love You …
Dari Muridmu
Akifa Nailah Idris
***
Lieb...
Mata saya sedang hangat. Saya baru saja membaca ulang selembar surat dari Nailah, anak wali saya dua tahun lalu. Perempuan manis yang berkacamata, senyumnya selalu meneduhkan.
“Surgakan perasaanmu.”
Dua
kata itu selalu saja membuat hati saya tenang.
Tingkah anak-anak yang polos membuat saya betah untuk mendengarkan
cerita dan harapan-harapan mereka. Puluhan anak-anak yang luar biasa, yang
benar-benar membuat saya tertantang menjadi agen of change bagi mereka.
Terima kasih, ya Allah. Tiga tahun ini saya belajar dari siswa-siswa yang sulit memahami materi, saya
belajar dari mereka yang sangat aktif dan lincah. Bagi saya, mereka adalah rezeki.
Bagaimana tidak, Ilmu saya bisa bertambah karena kehadiran mereka.
Kesabaran saya bisa berlipat-lipat karena kehadiran mereka.
Dan yang paling saya nikmati adalah ketika
mereka tersenyum dan membisikkan sebuah kalimat, "Buu...
Ternyata gampangji. Bisa meka jawabki bu."
Ahh, bagaimana mungkin saya tidak berterima
kasih kepada-Mu, jika kenikmatan hati ini terus-menerus muncul dari
hari ke hari di tempat sederhana ini. Hal istimewa lainnya ketika mereka menulis
surat dan menyimpannya di laci meja, menyelipkannya di buku, atau
menempelkannya di dinding emosi. Lieb... Anak-anak selalu tulus.
Mereka tulus menulis, mereka tulus mendoakan.
Big hug .....
Mereka tulus menulis, mereka tulus mendoakan.
Big hug .....
Tisuu..tisu…mana tisuuuuu.
***